MAKNA HARI RAYA SARASWATI

MAKNA HARI RAYA SARASWATI
Oleh:
NI MADE SUKARTINI, S.Pd.H.

Om Swastyastu
Om  Avignam Astu Nama Sidham
0m anobadrah kertawiyantu wiswatah
Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru.

Yang saya hormati bapak parisadha kel. Penanggo Jaya, yang saya sucikan jero mangku serta umat sedarma yang berbahagia. Puji syukur kita haturkan kehadapan Ida Sang HyangWidhi Wasa atas Asung Kerta Wara NugrahaNya. Sehingga hari ini kita dapat berkumpul bersama disini untuk melaksanakan  acara persembahyangan rahinan saraswati.

                        Hasil gambar untuk GAMBAR SARASWATI

Pertama-tama saya ucapkan terima kasih atas waktu yang diberikan pada saya untuk membawakan dharma wacana pada kesempatan ini. Mengingat hari ini adalah rahinan saraswati, untuk itu saya mengambil tema “MAKNA HARI RAYA SARASWATI” . Kenapa mengambil tema ini, karena seiring perkembangan zaman saya melihat utamanya pelajar sudah mulai kurang memahami makna dari hari raya Sarawati ini.
Umat sedharma yang berbahagia,
Seharusnya kita bersyukur menjadi umat hindu, kenapa? Karena umat hindu banyak memiliki hari suci keagamaan. Perayaan hari – hari suci keagamaan merupakan sarana untuk menghaturkan rasa terima kasih dan bersyukur kehadapan Hyang Widhi Wasa. Salah satu hari suci tersebut adalah Hari Saraswati yang datangnya setiap enam bulan sekali tepatnya sabtu umanis Wuku watugunung . timbul pertanyaan dalam hati. Sudahkah kita bersyukur pada setiap Hari Sarawati tiba?
Dalam perayaan hari raya Sarasvati hendaknya setiap umat merenung dan mencari penyadaran kedalam diri sendiri. Karena jika sudah menemukan penyadaran dalam diri sendiri maka itulah hakekat pengetahuan yang tertinggi. Berbicara tentang Saraswati, Beliau adalah lambang suatu tingkat kesempurnaan dimana mengandung nilai – nilai : Satyam (Kebenaran), Shivam (kemuliaan) dan Sundaram (keindahan). Karena tanpa adanya ketiga nilai ini maka pengetahuan itu   hambar seperti sayur tanpa garam.
Ilmu pengetahuan merupakan salah satu unsur untuk meningkatkan tarap hidup manusia. Betapa pentingnya ilmu pengetahuan itu bagi manusia sehingga di dalam ajaran Agama Hindu diabadikan dalam bentuk simbolis Dewi Sarasvati. Sarasvati adalah sebuah nama suci untuk menyebutkan sosok Dewi Ilmu Pengetahuan. Kata Sarasvati berasal dari kata “saras dan “vati”. Saras memiliki arti mata air, terus menerus atau sesuatu yang terus menerus mengalir. Sedangkan kata vati berarti memiliki. Ilmu pengetahuan itu sifatnya mengalir terus-menerus tiada henti-hentinya ibarat sumur yang airnya tiada pernah habis meskipun tiap hari ditimba untuk memberikan hidup pada umat manusia.
Umat sedharma yang berbahagia,
Di India maupun di Bali, Dewi Saraswati dilukiskan sebagai Dewi yang sangat cantik dan bertangan empat yang masing-masing memegang Genitri , kropak, Wina dan Teratai serta didekatnya, terdapat burung merak dan angsa. Semua lukisan (lambang) di atas merupakan suatu simbol yang masing-masing memiliki makna :
1.  Dewi yang cantik dan berwibawa menggambarkan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah sesuatu yang amat menarik dan mengagumkan. Kecantikan Dewi Saraswati bukanlah kemolekan yang dapat merangsang munculnya nafsu birahi.
 Memang orang yang berilmu itu akan menimbulkan daya tarik yang luar biasa. Karena itu dalam Kakawin Niti Sastra ada disebutkan bahwa orang yang tanpa ilmu pengetahun, amat tidak menarik biarpun yang bersangkutan muda usia, sifatnya bagus dan keturunan bangsawan. Orang yang demikian ibarat bunga merah menyala tetapi tanpa bau harum sama sekali
2.     Kropak ialah lambang dari sumber ilmu pengetahuan.
3.  Genitri adalah lambang bahwa ilmu pengetahuan itu tiada habis-habisnya. Genitri juga lambang atau alat untuk melakukan japa. Ber-japa yaitu aktivitas spiritual untuk menyebut nama Tuhan berulang-ulang. Ini pula berarti, menuntut ilmu pengetahuan merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Ini berarti pula, ilmu pengetahuan yang mengajarkan menjauhi Tuhan adalah ilmu yang sesat.
4.  Wina yaitu sejenis alat musik, yang di Bali disebut rebab. Suaranya amat merdu dan melankolis. Ini melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung keindahan atau estetika yang amat tinggi.
5.  Bunga Teratai/Lotus,mampu tumbuh dengan subur dan menghasilkan bunga yang indah walaupun hidupnya di atas air yang kotor.Teratai melambangkan kesucian Hyang Widhi dan merupakan simbul dari ilmu pengetahuan itu sangat suci.
6.   Angsa adalah jenis binatang unggas yang memiliki sifat-sifat yang baik yaitu tidak suka berkelahi dan suka hidup harmonis. Angsa juga memiliki kemampuan memilih makanan. Meskipun makanan itu bercampur dengan air kotor tetapi yang masuk ke perutnya adalah hanya makanan yang baik saja, sedangkan air yang kotor keluar dengan sendirinya. Demikianlah, orang yang telah dapat menguasai ilmu pengetahuan, kebijaksanaan mereka memiliki kemampuan wiweka. Wiweka artinya suatu kemampuan untuk membeda-bedakan yang baik dengan yang jelek dan yang benar dengan yang salah.
7. Burung merak adalah lambang kewibawaan. Orang yang mampu menguasai ilmu pengetahuan adalah orang yang akan mendapatkan kewibawaan.

Umat sedarma yang berbahagia,
Dengan memiliki pengetahuan maka kita akan menjadi orang “tahu” atau mengetahui berbagai hal baik tentang hakekat /keberadaan hidup itu sendiri, maupun cara/jalan semestinya dilakukan dalam hidupnya. Maka jika kita tidak berpengetahuan, kita dipersaamakan dengan orang buta masuk gua (sudah buta masuk gua pula alangkah gelapnya). Dalam kondisi seperti itu, jelas kita akan banyak membuat kesalahan, yang  artinya banyak membuat dosa dalam hidup. Atas dasar pemahaman itu maka orang yang memiliki ilmu pengetahuan dijamin akan terhindar dari dosa.
Demikialah sedikit pesan dharma yang dapat saya sampaikan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kata-kata saya yang kurang berkenan di hati umat sedharma sekalian saya mohon maaf dan kehadapan Brahman saya mohon ampun. Karena pepatah mengatakan “tan hhana wang sweta nulus” tidak ada manusia yang sempurna. Saya ucapkan terima ksih atas perhatiannya dan saya akhiri dengan mantram puja santih.
Om  śāntih  śāntih  śāntih  om

MAKNA HARI RAYA PAGERWESI

MAKNA HARI RAYA PAGERWESI
OLEH:
NI MADE SUKARTINI, S.Pd.H.


Om Swastyastu
Om Anobhadrah krtavoyanthu visvataha ;
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

Yang saya sucikan Jero Mangku Lanang lan Istri
Yang saya hormati bapak Parisada Hindu Dharma serta                                      
Umat sedharma yang berbahagia

Marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan puji dan syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas Asung Kertha Wara Nugrahanyalah sehingga kita bisa berada ditempat ini guna melaksanakan persembahyangan purnama tilem.

Umat sedharma yang berbahagia
Menyambut hari raya Pagerwesi, tentu tidak lengkap rasanya tanpa tahu makna hari raya Pagerwesi itu sendiri. Hari Raya Pagerwesi dilaksanakan pada hari Budha (Rabu) Kliwon Wuku Shinta. Sama halnya dengan Galungan, Pagerwesi termasuk pula rerahinan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun umat walaka.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan:
"Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh."
Artinya:
Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.

Kata "Pagerwesi" artinya pagar dari besi. Ini melambangkan suatu perlindungan yang kuat. Segala sesuatu yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar jangan mendapat gangguan atau dirusak. Hari Raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa Bali disebut magehang awak. Pada hari raya Pagerwesi ini juga adalah hari yang paling baik untuk mendekatkan Atman kepada Brahman sebagai guru sejati. Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan "pagar besi" untuk melindungi hidup kita di dunia ini.
Umat sedharma yang saya muliakan,
Dalam perayaan Pagerwesi ini umat memuja Sang Hyang Widi dalam manifestasinya sebagai Siwa Mahaguru atau Sang Hyang Pramesti Guru (guru dari segala guru). Sang Hyang Paramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur segala hal yang buruk. Dalam kedudukannya sebagai Sanghyang Pramesti Guru, beliau menjadi gurunya alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, sehingga tanpa arah dan segala tindakan jadi ngawur. Lewat bimbingan gurulah kita dapat mengusai pengetahuan dengan baik.
Untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang diturunkan saat Saraswati, kita sesungguhnya memerlukan guru. Dalam hal ini peran guru sangatlah mulia. Saat Pagerwesilah umat memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai mahaguru. Setelah umat mendapat ilmu pengetahuan, teori pengetahuan itu perlu dipraktikkan atau diimplementasikan. Dalam mengimplementasikan itu perlu guru pembimbing agar tidak disalahgunakan.
Umat sedharma yang saya muliakan,
Umat Hindu mengenal ajaran Catur Guru dan Guru Susrusa, di mana umat diajarkan untuk senantiasa hormat dan bakti kepada Guru termasuk guru spiritual. Kita di Indonesia tentu bisa menjadikan Pagerwesi sebagai waktu yang tepat untuk melakukan Guru bhakti. Dibenak kita semua tentu sering muncul pertanyaan, apakah di India memiliki Hari Raya seperti yang kita rayakan di Bali. Jawabannya Ya, hanya namanya yang berbeda tetapi maknanya saman.
Di India sendiri, umat Hindu memiliki hari raya yang disebut Guru Purnima dan hari raya Walmiki Jayanti. Upacara Guru Purnima pada intinya adalah hari raya untuk memuja Resi Vyasa berkat jasa beliau mengumpulkan dan mengkodifikasi kitab suci Weda. Resi Vyasa pula yang menyusun Itihasa Mahabharatha dan Purana. Resi Vyasa sendiri memang diyakini sebagai Adi Guru Loka yaitu gurunya alam semesta. Sedangkan Walmiki Jayanti dirayakan setiap bulan Oktober pada hari Purnama. Walmiki Jayanti adalah hari raya untuk memuja Resi Walmiki yang amat berjasa menyusun Ramayana. Sama dengan Resi Vyasa, Resi Walmiki pun dipuja sebagai Adi Guru Loka yaitu maha gurunya alam semesta.
Dengan demikian kiranya hari suci Pagerwesi di Indonesia dengan Hari Raya Guru Purnima dan Walmiki Jayanti memiliki semangat yang searah untuk memuja Tuhan dan Rsi sebagai guru yang menuntun manusia menuju hidup yang kuat dan suci. Nilai hakiki dari perayaan Guru Purnima dan Walmiki Jayanti dengan Pegerwesi dapat dipadukan. Namun bagaimana cara perayaannya, tentu lebih tepat disesuaikan dengan budaya atau tradisi masing-masing tempat. Yang penting adalah adanya pemadatan nilai atau penambahan makna dari memuja Sanghyang Pramesti Guru ditambah dengan memperdalam pemahaman akan jasa-jasa para Rsi, seperti Rsi Vyasa, Rsi Walmiki dan Rsi-rsi yang sangat berjasa bagi umat Hindu di Indonesia khususnya. Sebagaimana biasa, umat Hindu melakukan persembahyangan di Pura atau bisa juga di rumah/merajan masing-masing. Persembahyangan umumnya dilakukan pada pagi hingga siang hari, sekalipun ada pula yang sembahyang pada sore hari. Sedangkan menurut pedoman sastra, pada tengah malam umat dianjurkan untuk melakukan meditasi (yoga dan samadhi).
Umat sedharma yang berbahagia,
Sebelum saya akhiri dharma wecana ini, secara garis besar saya menyimpulkan makna dari Hari Raya Pagerwesi  yaitu hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, dengan adanya guru kita bisa mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, tanpa guru kita bisa kehilangan arah dari tujuan semula sehingga tindakan bisa jadi salah arah . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan “pager besi” untuk melindungi hidup kita di dunia dan di alam lain nanti. Pengetahuan akan lebih bermakna dan berarti bila ada Guru yang membimbing, mengajarakan dan mengayomi.
Mudah-mudahan apa yang saya bawakan pada hari ini, bisa menambaah wawasan kasanah kehinduan kita semua. Akhir kata saya ucapkan Parama Santi
Om Santi  Santi  Santi Om

KENAPA AGAMA HINDU SERING MENGGUNAKAN BUAH DALAM UPACARA YAJNA? INI JAWABANNYA ...

MAKNA DAN FUNGSI BUAH DALAM UPACARA YAJNA
Oleh:
Ni Made Sukartini, S.PdH.

Om Swastyastu
Om Anobhadrah krtavoyanthu visvataha ;
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru
Yang saya sucikan jero mangku,
Yang saya hormati bapak parisadha,
serta Umat sedharma yang berbahagia,
Puji syukur patut kita panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wase, atas asung kertha ware nugraha-Nyalah kita pada kesempatan ini dapat berkumpul ditempat ini guna melaksanakan persembahyangan purnama tilem ini. Tema yang akan saya bawakan kali ini mengenai Makna dan Fungsi Buah dalam Pandangan Hindu.
Umat sedharma yang berbahagia.
Buah, secara arti kata disebut sebagai, bagian tumbuhan yang berasal dari bunga atau putik, biasanya berbiji. Buah juga dapat diartikan sebagai, pendapatan; hasil; akibat, dan lain sebagainya tergantung konteks kalimat atau kata yang menyertainya. Secara umum, dalam konteks banten buah yang dimaksud adalah hasil produksi dari tumbuhan melalui proses pembuahan dari bunga. Atas dasar ini, buah dapat diartikan sebagai hasil produksi dari suatu proses fotosintesis tumbuhan dengan suatu phenomena atau kemujizatan alam. Jika buah merupakan “hasil” dari suatu karya agung tumbuh-tumbuhan, maka makna dan fungsi buah dapat dikaji dari proses ini. Pada proses terjadinya buah secara fotosintesis, pada awalnya tanaman mendapatkan makanan dari dalam tanah (unsur bhutakala/Danawa), udara serta sinar matahari dari alam (unsur Dewa/Madawa), serta mendapat pemeliharaan dan perawatan dari manusia (unsur Manawa). Sebelum terjadinya buah, tiga unsur memegang peranan penting yaitu, bhutakala, Dewa, dan Manusia. Atas dasar ini sangat mudah dimengerti bahwa, buah sebagai produk tumbuh-tumbuhan dihasilkan karena “saham” dari Bhutakala, Dewa, dan Manusia, sehingga secara wajar ketiga penanam “saham” tersebut berhak atas hasil (buah) bersangkutan. Jadi persembahan buah dimaksudkan pengembalian “saham” atau “modal” kepada yang berhak. Sehingga, makna buah sebagai persembahan dalam suatu upacara yajña dapat diartikan pengembalian unsur alamiah kepada yang berhak sehingga keharmonisan dan keseimbangan alam tetap terjaga.
Buah, juga bermakna hasil, sehingga dalam konteks karma , buah dikatakan sebagai phala yang wajib dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi sehingga manusia tidak terikat akan hasil kerja, dan menjadikan kerja sebagai persebahan, brahma karma samadhinah. Pada intinya, buah diartikan secara leksikal berdasarkan jenis buah yang dijadikan pondasi atau dasar persembahan, misalnya pisang atau biyu kayu dalam banten pejati diartikan biu kayu nga; hyuning citta maring hayu; biu ngaran hayu, kayu ngaran kayun, yang maksudnya sebagai lambang pikiran yang suci dan jernih.
Contoh lain, buah kelapa dalam daksina mempunyai makna sebagai lambang alam semesta yang sering dikenal sebagai bhuwana agung. Secara simbolis alam semesta beserta susunannya dapat dipahami melalui analogi buah kelapa. Dalam pustaka lontar Aji Sangkya disebutkan bahwa buah kelapa dalam setiap persembahan atau bebanten mempunyai makna atau perlambang alam semesta dengan empat belas lapisan yang terbagi atas tujuh lapisan alam atas (sapta loka) dan tujuh lapisan alam bawah (sapta patala). Lambang sapta patala dalam buah kelapa terdiri dari ; 1) air kelapa sebagai lambang alam/wilayah mahatala, 2) bagian isi kelapa yang lembut lambang alam/wilayah tala-tala, 3) isi kelapa yang putih sebagai lambang alam/wilayah tala, 4) lapisan pada isi kelapa sebagai simbol alam antala, 5) lapisan isi bagian dalam yang keras merupakan perlambang wilayah sutala, 6) lapisan tipis paling dalam yang berwarna coklat merupakan lambang wilayah nitala, dan 7) batok kelapa merupakan lambang wilayah patala. Sementara lambang sapta loka pada buah kelapa disebutkan. 1) Bulu batok kelapa sebagai perlambang bhur loka, 2) serat saluran kelapa merupakan lambang bhwah loka, 3) serat serabut basah sebagai lambang swah loka, 4) serabut basah perlambang maha loka, 5) serabut kering merupakan simbolik jnana loka, 6) kulit serat kering perlambang tapa loka, dan 7) kulit serat kering bagian luar merupakan wilayah satya loka.
Umat sedharma yang berbahagia,
Penggunaan buah dalam upacara yajña juga bermakna simbolik badan manusia yang mengandung benih kehidupan. Hal ini disimbolisasi bahwa pada umumnya buah mengandung biji dan biji buah merupakan benih kehidupan atau bakal tumbuhan. Atas dasar ini buah juga diartikan sebagai bija atau benih kehidupan yang mempunyai pengertian sebagai brahmananda (telurnya Brahma). Karena benih kehidupan berasal dari Ida Sang Hyang Widhi maka persembahan buah sebagai benih kehidupan bermakna pengembalian benih tersebut kepada pemilik-Nya dalam upaya menjaga keseimbangan alam.
Pada intinya, buah sebagai persembahan mempunyai makna penyerahan diri yang tulus ikhlas kehadapan Sang Pencipta sebagai perwujudan rasa bhakti atas karunia-Nya. Buah mempunyai makna dan fungsi yang sakral karena berarti segala sesuatu akan kembali ke asalnya. Hal ini dapat diartikan dari suku kata pha dan lam . Pha berarti asal dan lam berarti kembali. Jadi persembahan buah atau phalam mempunyai makna bahwa sesungguhnya seluruh umat manusia pasti akan kembali kepada Sang Pencipta sebagai tempat asal dari mana seluruh makhluk bermula. Konsep ini merupakan implementasitasi dari falsafah mosartham jagadhita ya ca iti dharma yang berarti, bahwa kewajiban utama umat manusia adalah menjaga keseimbangan alam semesta secara duniawi maupun spiritual. Persembahan buah merupakan realita dari tujuan mulia di maksud.
Demikianlah pesan dharma saya pada kesempatan ini, semoga memberi manfaat bagi kita semua, akhir kata saya tutup dengan paramasantih, Om Santih Santih Santih Om

KEWAJIBAN ISTRI DI DALAM KELUARGA HINDU

KEWAJIBAN ISTRI DI DALAM  KELUARGA HINDU
Oleh:
Ni Made Sukartini, S.PdH.

Om Swastyastu
Om Anobhadrah krtavoyanthu visvataha ;
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru
Yang saya sucikan jero mangku,
Yang saya hormati bapak parisadha,
serta Umat sedharma yang berbahagia,

Puji syukur patut kita panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wase, atas asung kertha ware nugraha-Nyalah kita pada kesempatan ini dapat berkumpul ditempat ini guna melaksanakan persembahyangan purnama tilem ini. Tema yang akan saya bawakan kali ini mengenai . Kewajiban Istri Di Dalam  Keluarga Hindu
Umat sedharma yang berbahagia.
Kata istri berasal dari kata stri, Stri dalam bahasa sanskerta berarti “Pengikat Kasih”, Istri dalam keluarga sebagai penjaga jalinan kasih sayang kepada suami dan anak-anaknya. Seorang anak haruslah ditumbuhkan jiwa dan raganya dengan curahan kasih ibu.
Dalam Wanaparva disebutkan seorang ibu rumah tangga juga disebut sebagai Dewi dan Permaisuri. Dewi artinya istri sebagai sinar yang menentukan keadaan rumah tangga. Istri sebagai Permaisuri yaitu yang mengatur tata hubungan, tata grha, tata bhoga, tata keuangan dll. Istri mempunyai peran yang sangat penting dalam keluarga Hindu.
Seorang Istri mempunyai tugas atau Swadharma sebagai berikut:
Ø    Mematuhi doa/harapan Ayah yang menikahkannya. Dalam Atharwa Weda XIV disebutkan :
1.        Wahai penganten wanita, datangilah dengan keramahanmu seluruh anggota suamimu. Bersama-samalah dalam suka dan duka dengan mereka. Semoga kehadiranmu di rumah suamimu memberikan kebahagiaan dan keberuntungan kepada suamimu, mertuamu laki-laki dan perempuan dan menjadi pengayom bagi seluruh keluarga. (Atharwa Weda XIV.2.26).
2.        Wahai mempelai wanita, dengan kedatanganmu ke rumah suamimu, semogalah kamu menjadi petunjuk yang terang terhadap keluarganya. Membantu dengan kebijaksanaan dan pengertian, semogalah kamu senantiasa mengikuti jalan yang benar dan hidup yang sehat dalam rumahmu. Semogalah Hyang Widhi menghujankan rahmat-Nya kepadamu.(Atharwa Weda XIV.2.27).
3.        Lakukanlah Brata(Patibrata)sejak awal,gadis ini telah menerima pemuda yang akan menjadi suaminya. Semogalah ia memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan pada rumah ini. Dengan kedatangannya ke rumah suaminya, semogalah ia mendapat putra-putri yang mulia dan dihormati sebagai ratu dalam rumah, semogalah respek dan memenuhi keinginan semuanya.(Atharwa Weda II. 36.3)

Dari ketiga sloka Atharwa Weda diatas seorang wanita Hindu sebelum bersatu dengan calon suaminya dan diresmikan sebagai suami istri yang sah (Vivaha samskara) haruslah mendapat restu dari Ayahnya.
Ø            Memenuhi harapan seorang suami.
1.      Wahai mempelai wanita, lihatlah kecantikanmu dan dengarkanlah tabiat dan tingkah laku yang baik. Aku akan merangkul kepala dan hatimu, aku tidak akan mencari kesenangan diluar rumah. Aku tidak akan memenuhi pikiran-pikiran demikian. Semogalah tingkah lakuku senantiasa sesuai dengan kitab suci. (Atharwa Weda XIV.1.57).
2.      Seorang istri hendaknya melahirkan seorang anak yang perwira, senantiasa memuja Hyang Widhi dan para dewata, hendaknya patuh kepada suaminya dan mampu menyenangkan setiap orang, keluarga dan mengasihi semuanya.(Reg Weda X.85.43).
3.      Seorang istri adalah pengendali keluarga. Ia seorang yang cerdas. ia mengatur seluruh keluarga, sangat berharga dalam keluarga dan yang mendukung kehidupan keluarga.(Yajur Weda XIV.22).

Ø              Berpenampilan lemah lembut dan simpatik.
“Wahai wanita, berjalan lihatlah kebawah, jangan menengadah, bila sedang duduk tutuplah kakimu rapat-rapat.”(Reg Weda VII.33.19)
Ø           Setia kepada suaminya, sabar dan menghormati yang lebih tua.
1.      Wahai istri, tunjukkanlah keramahanmu, keberuntungan dan kesejahteraan, usahakan melahirkan anak. Setia dan patuhlah kepada suamimu dan siap sedialah menerima anugerah yang mulia(Atharwa Weda XIV.1.42).
2.     Wahai mempelai wanita, hendaklah kamu merasa bersyukur dalam keluarga suamimu dengan jalan melahirkan putra-putri. Hendaknya senantiasa waspada melayani, tahan uji (sabar) dan menjaga nama baik keluarga suamimu. (Reg Weda X.85.27).
3.      Wahai mempelai wanita, senantiasalah memuja Saraswati dan hormatlah kepada yang lebih tua dalam keluargamu.(Atharwa Weda XIV.2.20).
Demikianlah Pesan Dharma yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini, Semoga umat sedharma utamanya para istri-istri mendapat tambahan pengetahuan mengenai kewajibannya di dalam keluarga. Saya memohon maaf apabila ada kekeliruan di dalam pesan dharma saya. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih
“Om Santih Santih Santih Om

MINUM MINUMAN KERAS MENURUT PANDANGAN AGAMA HINDU

MINUM MINUMAN KERAS MENURUT PANDANGAN AGAMA HINDU
Oleh:
Ni Made Sukartini, S.PdH.

Om Swastyastu
Om Anobhadrah krtavoyanthu visvataha ;
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

Yang saya sucikan jero mangku,
Yang saya hormati bapak parisadha,
serta Umat sedharma yang berbahagia,
Puji syukur patut kita panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wase, atas asung kertha ware nugraha-Nyalah kita pada kesempatan ini dapat berkumpul ditempat ini guna melaksanakan persembahyangan purnama tilem ini. Tema yang akan saya bawakan kali ini mengenai Minuman Keras dalam Pandangan Agama Hindu.
Umat sedharma yang berbahagia.
Minum merupakan sebuah kebutuhan, terutama minum air. Air merupakan salah satu zat gizi esensial. Meski alam telah menyediakan air untuk diminum tetapi oleh karena kerakusan manusia, seseorang tidak puas hanya dengan minum air putih. Karena tidak puas hanya dengan minum air putih yang sehat, tidak jarang seseorang mengkonsumsi minuman keras hingga mabuk dan dapat membahayakan tubuh. Yang dimaksud minuman keras di sini adalah minuman yang mengandung etanol.”. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran.
Umat sedharma yang berbahagia,
Dalam ajaran Hindu, mabuk merupakan salah satu musuh dalam diri manusia yang disebut mada. Mada artinya kemabukan. Misalnya mabuk karena minuman keras. Bila minuman ini diminum secara berlebih-lebihan maka akan menimbulkan kemabukan. Mada bagian dari Sad Ripu (enam musuh dalam diri manusia). Mabuk juga bagian dari Panca Ma atau Lima M yaitu Madat, Minum, Metoh, Madon, dan Maling. Mabuk atau mada selain bagian dari Sad Ripu dan Panca Ma. Mada juga bagian dari Sapta Timira “Tujuh macam kegelapan”. Bagian-bagiannya yaitu: Surupa (mabuk karena rupa tampan), Dhana (mabuk karena kekayaan), Guna (Mabuk Karena Kepandaian Ilmu), Kulina (Mabuk Karena Keturunan), Yowana (Mabuk Karena Keremajaan), Sura (Mabuk Karena Minuman Keras) dan Kasuran (Mabuk Karena Kesaktian Atau Keberanian).
Mengkonsumsi minuman keras meski digolongkan sebagai perbuatan kegelapan, tetapi agama Hindu membenarkan mengkonsumsi minuman keras bagi orang yang bijaksana atau orang utama. Terutama bagi orang yang sudah mampu mengendalikan indrya-indryanya. Maksudnya minuman keras boleh diminum oleh orang tertentu saja, terutama oleh orang yang sudah mampu mengendalikan indrya-indryanya. Minuman keras yang diminum oleh orang seperti itu tidak akan membawa nama baik juga tidak akan merugikan, karena mereka mengkonsumsi minuman keras dalam keadaan sadar dan tidak terikat serta tidak berlebihan, hanya sedikit saja yang diminum. Tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana kita mampu menundukan dan menguasai kemarahan atau kemarahan itulah yang harus diminum (dikuasai) agar menjadi orang sabar.
Namun dijaman kali ini, kiranya sudah tidak ada orang yang benar-benar mampu mengendalikan indranya. Seperti yang terdapat dalam Sarasmuccaya Sloka 256.
Janganlah hendaknya mengambil barang orang lain, janganlah meminum-minuman keras dan obat-obatan terlarang, melakukan pembunuhan, berdusta karena itu akan menghalangi untuk menyatu dengan tuhan.

Umat sedharma yang berbahagia,
Sesungguhnya begitu banyak sloka  dalam kitab suci kita yang melarang minum minuman keras. Untuk itu melalui pesan dharma ini, untuk yang belum pernah mencoba jangan mencoba. Dan untuk yang sudah marilah kita merubah jalan hidup kita perlahan-lahan. Karena itu hanya kebahagiaan semu semata. Demikianlah pesan dharma yang dapat saya sampaikan. Akhir kata saya ucapkan paramasantih

Om Santih Santih Santih Om

GALUNGAN SEBAGAI SIMBOL KEMENANGAN DHARMA MELAWAN ADHARMA

GALUNGAN SEBAGAI SIMBOL KEMENANGAN DHARMA MELAWAN ADHARMA
Oleh:
NI MADE SUKARTINI, S.Pd.H.

Om Swastyastu
Om Anobhadrah krtavoyanthu visvataha ;
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

Yang saya sucikan Jero Mangku Lanang Lan Jro Mangku Istri
Yang saya hormati bapak Parisada Hindu Dharma Desa Penanggo Jaya
Serta Ida Dane Sareng Sami Sane Wangian Titiang

Galungan adalah hari raya yang dijadikan momentum untuk merayakan kemenangan dharma melawan adharma, oleh seluruh umat hindu khususnya di Indonesia. Sehingga dengan melakukan persembahyangan Galungan, kita semua mampu mengalahkan dan mengendalikan diri kita dengan memohon bantuan para dewa dan leluhur, supaya kita bisa melaksanakan kewajiban – kewajiban berdasarkan dharmanya masing-masing.
Bapak-bapak dan ibu-ibu serta seluruh umat sedharma yang saya hormati.
Apakah semua sudah memahami apa arti Galungan? Galungan berasal dari kata Galung yang artinya perjuangan, maknanya adalah hidup di dunia ini adalah perjuangan untuk mengalahkan dharma. Kita membahas dharma, dharma yang bagaimana yang harus kita perjuangkan? Dan didalam kehidupan kita, siapa yang disebut musuh? Bagaimana menimalisirnya? Kalau kita melihat di zaman treta yoga musuh berada diseberang lautan, seperti didalam kisah Ramayana. Sedangkan di zaman Dvapara yoga musuh berada didalam lingkungan keluarga, atau sepupunya seperti di dalam kisah Mahabharata.
Bapak-bapak dan ibu-ibu seluruh umat sedharma yang berbahagia.
Dimanakah yang disebut musuh pada zaman kali yuga atau modernisasi dan globalisasi? Dalam kitab Sarasamuccaya menyebutkan:
Ma nuse sarva bhutesu
Va rtate vai subha subbe
Asubhesu samawistam
Subhesvevava karayet
Yang terjemahannya:
Diantara semua mahluk hidup, yang hanya dilahirkan sebagai manusia sajalah yang dapat melaksanakan perbuatan baik atau buruk.
Dari sloka ini, jelas bahwa musuh yang dimaksud adalah dalam diri kita sendiri.
Bapak-bapak dan ibu-ibu serta seluruh umat sedharma yang penuh kasih.
Pernakah kita melihat orang menyatakan merdeka tangannya tidak mengepal? Tentu jawabannya adalah tidak ada. Didalam konsep agama hindu, ada enam musuh yang ada pada diri manusia yang disebut Sadripu yang terdiri dari:
1.      (Rajas) Keinginan. Keinginan yang berlebihan yang tidak mementingkan orang lain, atau merampas hak milik orang lain, membuat orang lain rugi itu akan merugikan diri kita sendiri.
2.      (Tamas) Rakus. Orang yang ingin memiliki segalanya demi kepentingan diri sendiri tanpa memikirkan akibat yang akan ditimbulkannya.
3.      (Krodha) Marah, marah yang berlebihan tanpa melihat situasi dan kondisi serta perasaan orang lain yang belum tentu dilakukannya. Kurang mengerti dari Vasudaiva kutumbhakam (kita semua bersaudara)
4.      (Mada) Mabuk. Terutama karena minuman keras pasti tidak akan bisa mengontrol diri sendiri sehingga akan menimbulkan kerugian untuk diri sendiri dan orang lain apalagi karena mabuk karena kegelapan.
5.      (Moha) Bingung/kurang tenang. Orang yang bingung akan kesulitan memilih mana yang baik dan buruk, karena menurutnya itu tiada bedanya, karena ketenangan merupakan kunci kebahagiaan.
6.      (Matsarya) Iri hati, adalah hal yang paling sering terjadi dan kita jumpai atau cemburu terhadap barang milik orang lain yang ujung-ujungnya menyebabkan penderitaan.
Karena itulah kita diingatkan tentang adanya putih dan hitam sadar yang kita perbuat didalam dunia yang sebenarnya hanyalah maya. Yang tidak nyata adalah nyata untuk itu kita harus menaklukan sifat-sifat raksasa dan binatang yang didominasi sifat manusia. Maka dari itu, sebelum perang melakukan perjuangan diperlukan persiapan yang matang.
Persiapan seperti apa yang kita butuhkan? Melalui sugihan jawa penyucian dalam lontar Sundarigma disebutkan sugihan jawa untuk bhuana agung, dan sugihan bali untuk menyucikan manusia (bhuana alit). Setelah itu ada juga penampahan galungan yang menggambarkan manusia terkontaminasi limbah-limbah adharma akan kenikmatan duniawi. Penampahan adalah pertarungan sifat raksasa dan hewan untuk mengganti dengan sifat kedewaan dalam wujudnya dilaksanakan pemotongan babi dan ayam (rajasika dan tamasika). Bapak-bapak dan ibu-ibu serta seluruh umat sedharma. Kalau kita cermati dengan baik, umat hindu tidak memuja Sang Hyang Widhi saja, kita juga memuja leluhur karena dalam jangka waktu 10 hari leluhur mendampingi keturunannya karena pada waktu itu, pintu pitra loka terbuka. Untuk membantu ketururnannya memperjuangkan kebajikannya didalam dirinya. Dari berbagai penjelasan dan symbol tadi sudah jelas untuk mendapatkan kedamaian, kemenangan diri perlu adanya perjuangan. Perbedaan bukan menjadi sebuah masalah tetapi seni didalam kehidupan. “ bhineka tunggal ika tan hana dharma mangriwa” berbeda-beda tetapi hanya satu kebenaran yang abadi.
Kesimpulan: Demikian tadi tentang hari raya galungan, sedikit yang dapat kami sampaikan. Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan bisa bermanfaat bagi kita semua sehingga pada hari raya galungan yang datang setiap 210 hari berdasarkan panca wara dan sapta wara serta pawukon umat hindu merayakan kemenangan dharma atas adharma sehingga kedamaian itu bisa kita raih baik jasmani maupun rohani. Dan akhir kata saya tutup dengan puja parama shanty
Om Santih, Santih, Santih Om

MEMPRIORITASKAN DANA PUNIA GUNA MEMPERKUAT RASA KEBERSAMAAN DAN PERSAUDARAAN

MEMPRIORITASKAN DANA PUNIA GUNA MEMPERKUAT RASA KEBERSAMAAN DAN PERSAUDARAAN
Oleh:
Ni Made Sukartini, S.PdH.

Om Swastyastu
Om Anobhadrah krtavoyanthu visvataha ;
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

Yang saya sucikan jero mangku,
Yang saya hormati bapak parisadha,
serta Umat sedharma yang berbahagia,
Puji  syukur patut kita panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wase, atas asung kertha ware nugraha-Nyalah kita pada kesempatan ini dapat berkumpul ditempat ini guna melaksanakan persembahyangan purnama tilem ini. Tema yang akan saya bawakan kali ini mengenai Dana Punia
Umat sedharma yang penuh karunia
Di saman modern ini, dimana teknologi semakin canggih, manusia kini semakin individualis, dari yang kecil sampai yang tua semuanya memegang gadget. Sibuk dengan dunianya sendiri-sendiri. Jika ini kita biarkan terus menerus tanpa ada upaya pencegahan akan berakibat menurunnya hubungan tali persaudaraan di antara umat kita. Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mempererat tali persaudaraan sehingga kebersaam itu dapat tercapai. Salah satu ajaran agama Hindu yang mendukung tema tersebut adalah dana punia.
Dana berarti pemberian sedangkan punia berarti baik,suci. Sehingga dana punia mempunyai arti pemberian yang baik dan suci. Bila kita menyadari saat kita memberi jari tangan kita mencakup membentuk satu kesatuan. Jari yang memiliki karakteristik yang berbeda. Hal ini dapat kita artikan bahwa bila kita melakukan dana punia maka dapat mendorong terjadinya persatuan dan kesatuan antar sesama, mempererat tali persaudaraan.
Umat Sedharma yang berbahagia
Ajaran kita yang menyatakan bahwa kita semua adalah bersaudara “vasudaiva kutumbhakam”. Hal ini menjadi penting kita lakukan di zaman sekarang ini (kaliyuga), dimana toleransi antar sesama begitu minim, lebih menekankan kepada ego masing-masing. Misalnya saat macet, pada umumnya orang-orang tidak mau mengalah, bahkan trotoarpun yang merupakan jalan untuk pejalan kaki bisa dijadikan jalan, yang penting cepat sampai. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini saya tertarik membawakan dharma wacana dengan judul “Memprioritaskan dana punia guna memperkuat rasa kebersamaan dan persaudaraan”.Adapun yang ingin saya sampaikan, yang pertama mengapa dana punia menjadi prioritas di zaman sekarang ini?. Yang kedua bagaimana berdana punia yang baik dan tepat?.
Umat sedharma yang berbahagia
Mengapa memprioritaskan dana punia menjadi penting kita lakukan di zaman sekarang ini, di dalam Parasaradharmasastra I.23 disebutkan :
“tapah param kerta yuge
tretayam jnana mucyate
dvapare yajna waewahur
danamekam kalau yuge”
yang berarti :
Pelaksanaan penebusan dosa yang ketat (tapa) merupakan kebajikan pada masa Satyayuga, pengetahuan tentang sang Diri (jnana) pada Tretayuga, pelaksanaan upacara kurban keagamaan (yajna) pada masa Dvaparayuga, dan melaksanakan amal sedekah (danam) pada masa Kaliyuga.

Dari sloka diatas dapat kita simpulkan bahwa untuk sekarang ini kebajikan yang perlu kita lakukan adalah dana punia. Swami wiwekananda membadi dana punia menjadi tiga macam yaitu dharma dana, vidya dana dan artha dana. Pemberian tersebut dapat berupa nasehat/wejangan atau petunjuk hidup, yang mampu mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik (Dharmadana), contohnya sebagai orang tua mengarahkan anaknya untuk teguh memegang dharma dalam segala tindakannya. berupa pendidikan / pengetahuan (Vidyadana) seperti seorang guru yang memberikan pengetahuan yang dimiliki kepada murid-muridnya dan berupa harta benda (Arthadana) yang bertujuan untuk menolong atau menyelamatkan seseorang atau masyarakat misalnya memberi sedikit uang kepada peminta-minta.
Umat sedharma yang berbahagia
Pemberian merupakan suatu hal yang mulia, mengapa demikian? Di dalam mahabharata ada seorang pemberi yang agung yaitu radheya putra kunti dan surya. Saat radheya selesai memuja matahari disiang hari datanglah Indra yang menyamar sebagai seorang brahmana, Beliau berkata mohon berikanlah aku sedekah. Radheya menghormati brahmana dengan sujud dikakinya dan mempersilahkan duduk. Brahmana itu meminta kavaca dan kundala. Radheya menawarkan yang lainnya. Singkat cerita radheya tahu bahwa itu indra dan radheya memotong kavacanya dan melepas kundalanya serta meletakan dikaki brahmana (indra) saat itulah bunga bunga ditaburkan dari langit. Dia dikenal sebagai karna karena telah memberi kundalannya dan vaikartana karena telah memotong kavacanya tanpa rasa sakit. Hal ini memberi makna bahwa pemberian itu merupakan hal yang mulia, terlebih memberikan sesuatu yang sangat kita sayangi, kita butuhkan.
Umat sedharma yang penuh karunia
Lalu bagaimana berdana punia yang baik dan tepat? Bila kita kaitkan dengan tiga guna yang melekat pada manusia, dana punia memiliki tiga kualitas, satvika, rajasika, dan tamasika. Hal ini dipertegas dalam kitab Bhagawadgita XVII.20,21,22, sebagai berikut :
Bhagawadgita XVII.20 dikatakan bahwa dana punia yang bersifat satvika adalah dana punia yang didasari rasa tulus ikhlas, kepada orang yang berhak menerima , dengan cara yang baik, sesuai dengan kemampuan, tidak berlebihan (untuk pamer) dan uang yang diberikan didapat dengan jalan dharma. Contoh : memberikan uang kepada pengemis yang benar-benar membutuhkan dengan tulus ikhlas.
Bhagawadgita XVII.21 menyebutkan juga Rajasika merupakan kualitas kedua dari dana punia. Dana punia yang memiliki sifat rajasika mempunyai ciri-ciri : memberikan dana punia untuk memperoleh keuntungan di kemudian hari / mengharapkan hasilnya, hanya untuk pamer, ada perasaan kesal saat memberikannya. Contoh : memberikan dana punia ke pura paling besar, supaya orang – orang yang lainnya kagum.
Bhagawadgita XVII.22 menyebutkan, kualitas yang ke tiga dari dana punia yaitu kualitas tamasika, yang mempunyai ciri – ciri sebagai berikut : tidak mempunyai landasan sastranya (tanpa keyakinan / tidak mengetahui aturannya / asal-asalan), uang yang didapat dari perbuatan adharma, tanpa adanya rasa hormat atau dengan penghinaan. Contoh : memberikan sedekah kepada pengemis dengan melemparnya ketanah, dan sangat kecil tidak sebanding dengan penghasilannya.
Dari uraian ini berdana punia yang baik dan tepat adalah yang bersifat satvika, dilakukan dengan tulus ikhlas dan diberikan kepada orang yang tepat. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dana punia penting kita galakan di zaman sekarang ini, dimana ego lebih dominan dibanding toleransi. Dana punia tidak harus berwujud materi (arthadana) bisa juga dengan nasehat (dharmadana) dan juga pendidikan (vidyadana). Yang terpenting dilakukan dengan tulus ikhlas sehingga dapat memupuk tali persaudaraan antar sesama dan kebersamaan dapat tercapai. Oleh karena itu kita sebagai umat hindu yang mempunyai dan mengerti tentang ajaran ini, marilah meningkatkan rasa persaudaraan kita dengan melakukan dana punia. Dengan harapan dapat meningkatkan rasa kebersamaan dan toleransi antar sesama.
Demikianlah sedikit pengetahuan yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih

“Om Santih Santih Santih Om”