GALUNGAN SEBAGAI SIMBOL KEMENANGAN
DHARMA MELAWAN ADHARMA
Oleh:
Oleh:
NI
MADE SUKARTINI, S.Pd.H.
Om Swastyastu
Om Anobhadrah krtavoyanthu visvataha ;
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru
Yang saya sucikan Jero Mangku Lanang Lan Jro Mangku Istri
Yang saya hormati bapak Parisada Hindu
Dharma Desa Penanggo Jaya
Serta Ida Dane Sareng Sami Sane Wangian
Titiang
Galungan adalah hari
raya yang dijadikan momentum untuk merayakan kemenangan dharma melawan adharma,
oleh seluruh umat hindu khususnya di Indonesia. Sehingga dengan melakukan
persembahyangan Galungan, kita semua mampu mengalahkan dan mengendalikan diri
kita dengan memohon bantuan para dewa dan leluhur, supaya kita bisa
melaksanakan kewajiban – kewajiban berdasarkan dharmanya masing-masing.
Bapak-bapak dan ibu-ibu
serta seluruh umat sedharma yang saya hormati.
Apakah semua sudah
memahami apa arti Galungan? Galungan berasal dari kata Galung yang artinya
perjuangan, maknanya adalah hidup di dunia ini adalah perjuangan untuk
mengalahkan dharma. Kita membahas dharma, dharma yang bagaimana yang harus kita
perjuangkan? Dan didalam kehidupan kita, siapa yang disebut musuh? Bagaimana
menimalisirnya? Kalau kita melihat di zaman treta yoga musuh berada diseberang
lautan, seperti didalam kisah Ramayana. Sedangkan di zaman Dvapara yoga musuh
berada didalam lingkungan keluarga, atau sepupunya seperti di dalam kisah
Mahabharata.
Bapak-bapak dan ibu-ibu
seluruh umat sedharma yang berbahagia.
Dimanakah yang disebut
musuh pada zaman kali yuga atau modernisasi dan globalisasi? Dalam kitab
Sarasamuccaya menyebutkan:
Ma nuse sarva bhutesu
Va rtate vai subha
subbe
Asubhesu samawistam
Subhesvevava karayet
Yang terjemahannya:
Diantara
semua mahluk hidup, yang hanya dilahirkan sebagai manusia sajalah yang dapat
melaksanakan perbuatan baik atau buruk.
Dari sloka ini, jelas
bahwa musuh yang dimaksud adalah dalam diri kita sendiri.
Bapak-bapak dan ibu-ibu
serta seluruh umat sedharma yang penuh kasih.
Pernakah kita melihat
orang menyatakan merdeka tangannya tidak mengepal? Tentu jawabannya adalah
tidak ada. Didalam konsep agama hindu, ada enam musuh yang ada pada diri
manusia yang disebut Sadripu yang terdiri dari:
1. (Rajas)
Keinginan. Keinginan yang berlebihan yang tidak mementingkan orang lain, atau
merampas hak milik orang lain, membuat orang lain rugi itu akan merugikan diri
kita sendiri.
2. (Tamas)
Rakus. Orang yang ingin memiliki segalanya demi kepentingan diri sendiri tanpa
memikirkan akibat yang akan ditimbulkannya.
3. (Krodha)
Marah, marah yang berlebihan tanpa melihat situasi dan kondisi serta perasaan
orang lain yang belum tentu dilakukannya. Kurang mengerti dari Vasudaiva
kutumbhakam (kita semua bersaudara)
4. (Mada)
Mabuk. Terutama karena minuman keras pasti tidak akan bisa mengontrol diri
sendiri sehingga akan menimbulkan kerugian untuk diri sendiri dan orang lain apalagi
karena mabuk karena kegelapan.
5. (Moha)
Bingung/kurang tenang. Orang yang bingung akan kesulitan memilih mana yang baik
dan buruk, karena menurutnya itu tiada bedanya, karena ketenangan merupakan
kunci kebahagiaan.
6. (Matsarya)
Iri hati, adalah hal yang paling sering terjadi dan kita jumpai atau cemburu
terhadap barang milik orang lain yang ujung-ujungnya menyebabkan penderitaan.
Karena
itulah kita diingatkan tentang adanya putih dan hitam sadar yang kita perbuat
didalam dunia yang sebenarnya hanyalah maya. Yang tidak nyata adalah nyata
untuk itu kita harus menaklukan sifat-sifat raksasa dan binatang yang didominasi
sifat manusia. Maka dari itu, sebelum perang melakukan perjuangan diperlukan
persiapan yang matang.
Persiapan
seperti apa yang kita butuhkan? Melalui sugihan jawa penyucian dalam lontar Sundarigma
disebutkan sugihan jawa untuk bhuana agung, dan sugihan bali untuk menyucikan
manusia (bhuana alit). Setelah itu ada juga penampahan galungan yang
menggambarkan manusia terkontaminasi limbah-limbah adharma akan kenikmatan
duniawi. Penampahan adalah pertarungan sifat raksasa dan hewan untuk mengganti
dengan sifat kedewaan dalam wujudnya dilaksanakan pemotongan babi dan ayam
(rajasika dan tamasika). Bapak-bapak dan ibu-ibu serta seluruh umat sedharma. Kalau
kita cermati dengan baik, umat hindu tidak memuja Sang Hyang Widhi saja, kita
juga memuja leluhur karena dalam jangka waktu 10 hari leluhur mendampingi keturunannya
karena pada waktu itu, pintu pitra loka terbuka. Untuk membantu ketururnannya
memperjuangkan kebajikannya didalam dirinya. Dari berbagai penjelasan dan
symbol tadi sudah jelas untuk mendapatkan kedamaian, kemenangan diri perlu
adanya perjuangan. Perbedaan bukan menjadi sebuah masalah tetapi seni didalam
kehidupan. “ bhineka tunggal ika tan hana dharma mangriwa” berbeda-beda tetapi
hanya satu kebenaran yang abadi.
Kesimpulan:
Demikian tadi tentang hari raya galungan, sedikit yang dapat kami sampaikan. Mudah-mudahan
apa yang kami sampaikan bisa bermanfaat bagi kita semua sehingga pada hari raya
galungan yang datang setiap 210 hari berdasarkan panca wara dan sapta wara
serta pawukon umat hindu merayakan kemenangan dharma atas adharma sehingga
kedamaian itu bisa kita raih baik jasmani maupun rohani. Dan akhir kata saya
tutup dengan puja parama shanty
Om Santih, Santih,
Santih Om
Tidak ada komentar:
Posting Komentar